Monday 26 September 2011

Kal-Sel: Ingat Zaman Kayu


Kal-Sel sangat kaya akan hasil tambang. Mungkin fakta itu sudah me Nasional. Terbukti di mata perusahaan tambang raksasa, Kal-Sel laksana "perempuan cantik" yg memiliki daya pikat luar biasa. Makanya tak heran PT.Bumi Resource Tbk melalui anak perusahaannya PT.Arutmin Indonesia memiliki konsesi lahan tambang batu bara terluas di Banua kita (Kal-Sel). Tak kalah dari PT.Arutmin, PT.Adaro Indonesia juga mengeruk Emas Hitam (Batu Bara) Kal-Sel. Dan masih ada beberapa lagi perusahaan serupa pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
Usaha pemanfaatan sumber daya alam batu bara di Kal-Sel secara resmi dilakukan oleh beberapa perusahaan besar, menengah, skala kecil seperti koperasi dan perorangan. Ada yg memiliki izin langsung dari pemerintah pusat (Jakarta) seperti enam perusahaan pemegang izin Kontrak Karya (KK) 22 PK2B dan 329 pemegang izin dari pemerintah setempat (Kal-Sel), yakni Kuasa Pertambangan (KP).
Tapi seberapa besar kontribusi perusahaan tambang itu untuk Kal-Sel melalui daya royalti batu bara? Kiranya Gubernur Kal-Sel Rudy Ariffin tahu betul berapa dana yg didpt. Sebagai penghasil batu bara terbesar kedua di Indonesia setelah Kal-Tim, sangat pantas jika mendpt dana royalti yg besar pula.
Namun faktanya tdk seperti itu. Rudy pun sempat mengeluhkan minimnya dana royalti batu bara menerima kunjungan peserta SSDN PPRN Angkatan XLVI di Graha Abdi Persabda. Senin (19/9).

Bayangkan saja, pada thn 2010 produksi batu bara Kal-Sel mencapai 103 juta ton. Tapi dana bagi hasil atau royalti yg diterima Kal-Sel hanya Rp. 1,7 juta trilliun. Setelah dibagikan ke daerah penghasil, tersisa utk pemprov Rp.300 milliar.

Dana royalti yg didpt Kal-Sel itu, tergolong kecil jika dibanding kerusakan lingkungan yg hrs dipikul rakyat Kal-Sel sampai berpuluh tahun akan datang.

Dapat pula dipastikan, dana royalti itu tak bisa dinikmati secara langsung oleh masyarakat sekitar tambang karena bakal dikonversi menjadi fasilitas umum seperti Jalan, Jembatan atau Fasilitas lainnya. Dan belum tentu dibangun didekat tambang.

Ironisnya sebagai penghasil batu bara terbesar kedua, Kal-Sel malah krisis energi listrik. Sampai sekarang PLN yg memiliki beberapa PLTU dgn sumber tenaganya batu bara belum benar-benar bisa membebaskan masyarakat dari byarpet.

Jika dilihat produksi batu bara Kal-Sel yg terus meningkat dari tahun ketahun, makin jadi bukti bahwa kebijakan pengelolaan sumber daya alam batu bara sangat berorientasi pasar, bukan kebutuhan rakyat. Akibatnya hak-hak rakyat dan lingkungan terabaikan.

Presentase pengaruh positif perusahaan tambang ber izin resmi pada kesejahteraan masyarakat dilingkungan sekitar tambang tidak terdata pasti. Secara kasat mata, sebagian besar kehidupan mereka tidak menggalami kemajuan yg berarti dan bahkan sebagian masih terpinggirkan dan termarginalkan dibidang ekonomi, sosial dan budaya termasuk pendidikan.

Usaha pertambangan ini seperti membuka kembali memori kejayaan industri perkayuan di Kal-Sel di era thn 1980-an hingga akhir thn 1990-an. Ketika itu byk sekali perusahaan besar berdiri di Kal-Sel berikut pabrik pengolahan kayunya.

Lambat laun, dgn sistem pengelolaan yg dijlnkan tdk sungguh-sungguh, bahan baku habis, byk perusahaan yg tutup. Ribuan orang kehilangan pekerjaan. Jutaan hektar hutan jadi lahan kritis. Kejayaan itu hilang seiring hilangnya bahan baku kayu tanpa menyisakan donasi signifikan bagi pembangunan infrastruktur dan sumber daya masyarakat.

Suatu ketika saat deposit batu bara Kal-Sel mencapai titik nol, apakah kejadian serupa saat industri kayu mencapai antiklimaks bakal terulang..?

Ketika sampai dititik itu, pemerintah dan rakyat Kal-Sel baru tersadar dari mimpi indahnya, kiranya menjadi hal yang sia-sia.(*)

Terimakasih telah membaca Blog ini, semoga kita sebagai orang Banua dapat memikirkan Banua kita untuk anak-anak dan cucu-cucu kita dikemudian hari. Wassallam.







Source:
BPost/Opini/Rabu21Sept'11.
Mimbar Opini.
Tajuk; Ingat Zaman Kayu.
FitzFreedom (Prihatin)

Photobucket Photobucket

Site Search