Saturday 14 January 2012

Akibat Sawit dan Tambang di Kalsel

Kalimantan Selatan tidak lepas dari kasus penyerobotan lahan. Ada dua kasus yang mendominasi, yakni penyerobotan lahan masyarakat oleh perkebunan sawit dan tambang batubara.

Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel Dwitho Frasetiandy, di sela-sela aksi nasional di Banjarmasin, Kamis (12/1/2012), mengatakan, sejak 2008 ada 28 kasus konflik sosial yang terkait perkebunan sawit di Kalsel. Belum lagi kasus pertambangan.

”Jumlah yang ditangani Walhi ada 8 kasus, 6 di antaranya terkait sawit dan 2 batubara,” ujarnya.

Unjuk rasa yang diikuti oleh 100-an orang dari 17 elemen masyarakat dan mahasiswa itu dilakukan di markas Polda Kalsel dan kantor DPRD Kalsel.

Selain berorasi, pengunjuk rasa juga membentangkan spanduk dan poster, antara lain, berbunyi ”Audit Lingkungan Tambang dan Sawit”, ”Akui Hak-hak Masyarakat Adat”, ”Moratorium Izin Tambang dan Sawit di Kalsel”, serta ”Hentikan Semua Pelanggaran HAM”.

Menurut Dwitho, modus yang terjadi berupa penyerobotan tanah masyarakat oleh pengusaha. Mereka mendapat izin dari bupati.

Ia mencontohkan, kasus yang agak panas terjadi di Negara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, tahun 2010, yang sempat diwarnai pembakaran 2 ekskavator.

Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Hegar W Hidayat menambahkan, ekspansi modal yang mendapat legitimasi dari kepala daerah telah mempersempit ruang kelola masyarakat di Kalsel.

”Ada dua sektor besar penetrasi modal dominan yang mengekspansi dan menggusur. Mereka adalah tambang dan sawit. Tren yang sekarang terjadi di sektor sawit telah mengarah ke daerah rawa yang jadi sumber kehidupan rakyat,” ujar Hegar.

Menurut Hegar, penyerobotan lahan rakyat sebenarnya terjadi sejak tahun 1980-an, mulai dari hak pengusahaan hutan, 1990-an dengan masuknya batubara, dan pada tahun 2000-an sawit yang merajalela.

Berdasarkan catatan Walhi, kata Hegar, pertambangan dan perkebunan itu telah menguasai hampir 50 persen lebih luas daratan di Kalsel yang mencapai 3,7 juta hektar.


”Ini yang harus jadi perhatian khusus bagi pemerintah. Wilayah masyarakat adat, petani, ini harus diperhatikan,” ujarnya.

Dalam aksi kali ini, pengunjuk rasa juga minta jaminan kepada aparat agar tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

Mereka juga minta kepolisian menarik aparat yang ada di wilayah konflik karena tidak jarang aparat kemudian menjadi salah satu pelaku utamanya.

Pihak kepolisian juga diminta berani menelisik anggotanya yang terlibat bisnis di pertambangan dan perkebunan sawit.

Sementara DPRD Kalsel diminta menginventarisasi titik-titik yang berpotensi konflik.
Reply Post:  Kompas

Photobucket Photobucket

Site Search